
Demokrasi dan Politik Dagang Sapi
Demokrasi dan Politik Dagang Sapi (oleh I Wayan Sumerta Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Kab.Klungkung Bali) Politik transaksional acap kali diistilahkan dengan politik dagang sapi. Ada barang ada uang. Kalau sederhananya ada pilihan ( coblosan) ada uang atau sebaliknya uang duluan baru coblosan. Politik transaksional adalah tukar menukar jasa dan uang yang terjadi antara politikus dan konstituen yang diwakili maupun dengan partai politik. Penomena yang disebut dengan money politic ini menjadi tantangan tersendiri dalam konteks mewujudkan pemilu dan pemilihan yang demokratis. Pemerintah kita melalui UU.no. 7 tahun 2017 tentang Pemilu dengan tegas melarang money politic dan tak tanggung- tanggung memberikan sanksi pidana kepada pelaku. Seperti pada pasal 515 berbunyi setiap orang yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda Rp.36 juta. Pasal 285 berbunyi putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pasal 280 dsn pasal 284 yang dikenai kepada pelaksana kampanye pemilu anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/ kota yang berstatus sebagai anggota DPR dan seterusnya digunakan sebagai dasar KPU, KPU provinsi dan seterusnya unruk mengambil tindakan berupa pembatalan nama calon anggota DPR dan seterusnya.Bahkan dikenakan sanksi pembatalan penetapan calon anggota DPR, DPRD provinsi dan seterusnya sebagai calon terpilih. Apakah dengan sanksi tersebut membuat ketakutan politikus dan masyarakat akan bermain dengan politik uang? Ambisi meraih kursi kekuasaan menjadi pemicu utama perlakuan politic uang. Pada sisi lain. masyarakat mendambakan pemilu dan pemilihan demokratis. Untuk mewujudkan pemilu dan pemilihan demokratis tidaklah bisa dibebankan hanya kepada penyelenggara yakni KPU sesuai tingkatan, tetapi menjadi tugas bersama. Sesungguhnya untuk mewujudkan pemilu dan pemilihan yang demokratis butuh komitmen bersama. Pun menjadi tugas bersama untuk memerangi politik uang. Tidak bisa hanya penyelenggara, tidak cukup dengan regulasi pemilu yang terus disempurnakan, namun mesti ada semangat bersama baik antara politikus dan masyarakat untuk menjunjung demokrasi. Demokrasi dan politik transaksional memang seperti dua ujung yang senantiasa bergesekan. Akankah pesta demokrasi ke depan diwarnai kasus money politic hal itu sulit untuk digambarkan. Secara idealis tentu semua pihak berharap pemilu ke depan berjalan dengan prinsip jujur adil, berkepastian hukum, efektif dan efisien, profesional, proforsional, akuntabel dan berintegritas. (sumerta)